Jum’at lalu, saya berangkat ke kantor dengan dada sedikit berdegub.
Melirik ukuran bensin di dashboard motor, masih setengah. “Yah cukuplah
untuk pergi pulang ke kantor”.
Namun, bukan itu yang membuat
dada ini tak henti berdegub. Uang di kantong saya hanya tersisa seribu
rupiah saja. Degubnya tambah kencang karena saya hanya menyisakan uang
tidak lebih dari empat ribu rupiah saja di rumah. Saya bertanya dalam
hati, “makan apa keluarga saya siang nanti?” Meski kemudian buru-buru
saya hapus pertanyaan itu, mengingat nama besar Allah yang Maha
Melindungi semua makhluk-Nya yang tawakal.
Saya berangkat,
terlebih dulu mengantar si sulung ke sekolahnya. Saya bilang kepadanya
bahwa hari ini tidak usah jajan terlebih dulu. Alhamdulillah ia
mengerti. Soal pulangnya, ia biasa dijemput tukang ojeg yang –sukurnya-
sudah dibayar di muka untuk antar jemput ke sekolah.
Sepanjang
jalan menuju kantor saya terus berpikir, dari mana saya bisa
mendapatkan uang untuk menjamin malam nanti ada yang bisa dimakan oleh
isteri dan dua putri saya. Urusan besok tinggal bagaimana besok saja,
yang penting sore ini bisa mendapatkan sesuatu untuk bisa dimakan.
Tiba
di kantor, tiba-tiba saya mendapatkan sebungkus mie goreng dari seorang
rekan kantor yang sedang milad (berulang tahun). Perut saya yang sejak
pagi belum terisi pun mendesak-desak untuk segera diisi. Namun saya
ingat bahwa saya tidak memiliki uang selain yang seribu rupiah itu
untuk makan siang. Jadi, saya tangguhkan dulu mie goreng itu untuk
makan siang saja.
Sepanjang hari kerja, terhitung dua kali saya
menelepon isteri di rumah menanyakan kabar anak-anak. “sudah makan
belum?” si cantik di seberang telepon hanya menjawab, “Insya Allah,”
namun suaranya terasa getir. Saat itu, anak-anak sedang tidur siang.
Pukul
lima sore lebih dua puluh menit saya bergegas ke rumah. Sebelumnya saya
sudah berniat untuk menginfakkan seribu rupiah di kantong saya jika
melewati petugas amal masjid yang biasa ditemui di jalan raya.
Sayangnya, sepanjang jalan saya tidak menemukan petugas-petugas itu,
mungkin karena sudah terlalu sore. Akhirnya, sekitar separuh perjalanan
ke rumah, adzan maghrib berkumandang. Motor pun terparkir di halaman
masjid, dan seketika mata ini tertuju kepada kotak amal di pojok
masjid. “bismillaah…” saya masukkan dua koin lima ratus rupiah ke kotak
tersebut.
Usai sholat, setelah berdoa saya meneruskan
perjalanan. Tapi sebelumnya, tangan saya menyentuh sesuatu di kantong
celana. Rupanya satu koin lima ratus rupiah. Kemudian saya ceploskan
lagi ke kotak amal yang sama.
Sesampainya di rumah, isteri
sedang memasak mie instan. Semangkuk mie instan sudah tersaji, “kita
makan sama-sama yuk…” ajak si manis. Kemudian saya bilang, “abang sudah
kenyang, biar anak-anak saja yang makan”. Anak-anak pun lahap menyantap
mie instan plus nasi yang dihidangkan ibu mereka. Rasanya ingin
menangis saat itu.
***
Keesokan paginya, isteri
menggoreng singkong untuk sarapan. Alhamdulillah masih ada yang bisa
dimakan. Sebenarnya hari itu masih punya harapan. Seorang teman isteri
beberapa hari lalu meminjam sejumlah uang dan berjanji mengembalikannya
Sabtu pagi. Namun yang ditunggu tidak muncul. Bahkan ketika terpaksa
saya harus mengantar isteri menemui temannya itu, pun tidak membuahkan
hasil.
Tiba-tiba telepon saya berdering, “Pak, saya baru saja
mentransfer uang satu juta rupiah ke rekening bapak. Yang empat ratus
ribu untuk pesanan 20 buku bapak yang terbaru. Sisanya rezeki untuk
anak-anak bapak ya…” seorang sahabat dekat memesan buku karya saya yang
terbaru.
Subhanallah, Allahu Akbar! Saya langsung bersujud
seketika itu. Saya hanya berinfak seribu lima ratus rupiah dan Allah
membalasnya dengan jumlah yang tidak sedikit. Ini matematika Allah,
siapa yang tak percaya janji Allah? Yang terpenting, siang itu juga
saya buru-buru mengeluarkan sejumlah uang dari yang saya peroleh hari
itu untuk diinfakkan.
***
Saya bersyukur tidak memiliki
banyak uang maupun tabungan untuk saya genggam. Sebab semakin banyak
yang saya miliki tentu semakin berat pertanggungjawaban saya kepada
Allah.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar